Minggu, 18 September 2011

Muridku Mati?

Intermeso 1: Muridku Mati?


Masih di akhir tahun 1978, dan masih tentang mengajar di kelas, kali ini di kelas 3 SD.

Ada murid putri yg paling centil, di kelas tidak bisa diam, selalu bergerak, noleh ke kiri, ke kanan, tengok ke belakang. Sudah diingatkan, masih begitu juga. Sebagai guru baru, kesabaran saya habis; maka saya tepuk anak itu pundaknya pakai buku. Eh, diam, tidak bergerak, tidak bernafas, pergelangan tangannya saya pegang, pembuluh nadinya diam.
Aduh, mati ini anak. Padahal buku yg dipakai nepuk, buku tipis, tidak setebal Munjid.
Mungkin saja ada murid yang melapor ke rumah Ust Mahrus, maka Umi Mahrus datang ke kelas dengan membawa minyak lonyo (de' cologne), dan diteteskan di bawah hidung si anak; pelan-pelan menggeliat, mengeluh, dan menangis.
Alhamdulillah bernafas lagi, hidup lagi. Saya baru tahu kalau orang pingsan ya seperti itu, tidak bernafas dan jantungnya berhenti.
Saya masih beruntung tidak dipecat dari tempat kerja, mungkin karena saya guru baru.
Belakangan saya baru faham, untuk menjadi orang yg arif dan bijak, harus melalui perjalanan waktu dan proses.