Kamis, 18 April 2013

Intermeso 32: Cerita dari Tanah Suci (2): Kecuali Unta


April 1998, kami menunaikan ibadah haji yang tergabung dalam kelompok terbang (Kloter) embarkasi Halim Perdanakusumah (HLP) 39. 
            Kloter yang diberangkatkan pada hari ke-4 itu, dari Bandara King Abdul Azis langsung menuju Madinah. Kota Nabi yang terletak di 24 derajat LU itu mempunyai iklim yang berbeda dengan Indonesia. Saat itu di Madinah sedang pergantian musim dingin ke panas.
            Pada suatu malam, banyak sekali belalang yang mengelilingi lampu di halaman Masjid Nabawi.
            Belalang warna coklat sebesar ibu jari itu di pagi hari disapu oleh bagian kebersihan, hasilnya berkarung-karung diangkut dengan mobil kebersihan. 
            Pergantian musim juga ditandai dengan jama'ah yang batuk. Mayoritas jama'ah memang batuk, waktu itu ada kata-kata populer, "Yang tidak batuk cuma unta".
           
Kebetulan saya tidak batuk, kalau ditanya orang, "Apakah Anda batuk?" Jawabnya susah. Kalau dijawab, "Ya!", berarti bohong, orang haji tidak boleh bohong. Kalau dijawab, "Tidak!" Berarti unta.
            Memang unta pada saat itu sering jadi pembicaraan dan sungguh fenomena. Unta adalah penduduk asli Arab yang lahir dan besar di Arab, tapi tidak bisa berbahasa Arab.

Minggu, 14 April 2013

Bus Sadar yang Sadar


Bus Sadar yang Sadar
Intermeso 32

Awal tahu 1990 saya mengajar di Pesantren Darunnajah 2 Cipining, setiap hari Selasa.

Transportasi menuju Darunnajah 2 ada beberapa pilihan, bisa naik kereta api atau naik bus. Untuk naik bus, mula-mula naik angkot ke Ciledug, naik angkot lagi ke Tangerang dan turun di lampu merah.

Di situ saya menunggu Bus Sadar juruan Kalideres-Jasinga via Darunnajah Cipining, atau Kalideres-Leuwiliang via Darunnajah Cipining.

Saat itu hanya bus Sadar yang lewat Cipining, karena di samping jalan yang selalu rusak, kalau sudah sore memang jarang ada penumpang. 

Naik bus Sadar dari perempatan Ciledug, bagi saya sebuah pengalaman. Kira-kira jam 16 naik bus, kalau nasib baik dapat tempat duduk, kalau tidak ya.., berdiri.

Di sepanjang jalan ada penumpang naik dan turun. Memasuki Parung Panjang banyak pekerja proyek yang naik, sampai di Cipining penumpang habis, tinggal saya sendirian, dan saya pun turun.
 

Naik bis Sadar yang saya alami, jika menjelang Maghrib, sopir dan kernetnya sibuk cari makan dan minum, dan jika waktu Maghrib tiba, sopir dan kernetnya minum dan makan, sementara bus terus berjalan. Besar kemungkinan mereka puasa, memang hari itu hari Senin, entah itu puasa Senin atau puasa bayar utang, wallahu a'lam.

Jika hal itu merupakan puasa sunnah, bagi sopir angkutan yang duduk di belakang mesin dan cuaca panas, sungguh luar biasa. 
 
Karena frekwensi mobil yang lewat itu jarang, maka pada siang hari penumpangnya selalu penuh. 

Kalau kebetulan hari Jumat dan datang waktu salat Jumat, mobil berhenti, sopir dan kernetnya salat Jumat. Penumpang pun ada yang ikut salat atau setia menunggu di atas bus, karena sulit mendapatkan mobil lain. 

Anak-anak santri Darunnajah ada yang memplesetkan nama Sadar, singkatan dari SA-ntri DAR-unnajah. Atau mungkin Sadar berarti insaf.

Entah mengapa bus Sadar sekarang tak tampak lagi. Semoga masih banyak sopir truk yang insaf.


(Perjalanan Pekan Baru - Tambusai, 19 November 2011)


Intermeso 30: Dicegat Tentara


Intermeso 30: Dicegat Tentara
     PGTK-PGSD Darunnajah berdiri tahu 2000, kampusnya saat itu di Gedung Husni Thamrin (sekarang tempat foto copy dan kelas di belakangnya). Akhir tahun 2002, pindah ke Gedung Abu Bakar Shiddiq (sekarang Gedung Smes'Co mart). Saat itu jumlah mahasiswa 56 orang, terdiri atas 37 mahasiswa PGTK dan 19 mahasiswa PGSD.
      Untuk meningkatkan jumlah mahasiwa perlu dilaksanakan publikasi. Publikasi yang pernah dilaksanakan adalah seminar pendidikan dengan mengundang guru TK dan Guru SD se-Jabodetabek. Alhamdulillah pesertanya banyak, sehingga seminar dilaksanakan dua kali, hari Sabtu dan hari Ahad. 
    Tetapi seminar-seminar di tahun-tahun berikutnya pesertanya menurun, dan akhirnya seminar-seminar dilaksanakan hanya untuk kebutuhan intern saja. 
    Publikasi berikutnya, menempel stiker di pintu angkot,  memasang iklan di koran, dan memasang spanduk di depan kampus.
    Publikasi yang dianggap effektif saat itu, mengirim brosur ke SMA, SMK, da Madrasah Aliyah, bekerjasama dengan kepala sekolah atau TU agar brosur itu diberikan kepada siswa kelas III.
    Di wilayah Kebayoran Lama, Pesanggrahan, dan Cileduk banyak sekolah besar, yaitu sekolah dengan jumlah siswa besar, meskipun  tidak  di jalan besar, tetapi dekat dengan perumahan.
    Untuk menjangkau sekolah2 itu  bekerjasama dengan ojek motor di Gg Dilun. Waktuny antara jam 9-11, pada saat penumpang sedang sepi. 
    Selama 2 jam dapat 4 sekolah sudah bagus. Besuknya dilanjutkan lagi.
    Pada suatu hari, di wilayah Ciledug, saya akan  memasuki sebuah SLTA, tiba2 dicegat seseorang bepakaian tentara; celana loreng, jaket loreng, dan pakai helm; karena baru turun dari motor.
    Orang itu memegang pundak saya, sambil berbicara kurang jelas (karena pakai helm), kira2, begini, "Mau ke mana? Tidak boleh masuk!". Kemudian pelan2 orang itu membuka helmnya, yang terlihat pertama kumisnya, tebal sekali, dan akhirnya terbuka semuanya.
    "Sialan!" kata saya (tapi dalam hati), "Saya kira siapa!?" Ternyata alumni Darunnajah angkatan 9. Akhir brosur PPMB saya titipkan di situ, di pintu gerbang, saya tidak usah masuk kantor.
    Konon alumni tersebut sekarang menjabat sebagai wakil kepala sekolah.