Rabu, 12 Maret 2014

Dari Ulujami menuju Beijing (Bagian 1)

Intermeso 62: Dari Ulujami menuju Beijing

Satu lagi, ada yang wajahnya mirip saya. Ini bukan sekedar cerita anak saya, tetapi cerita tentang seorang alumni Darunnajah. Betapa tidak,  15 tahun ia belajar di Lembaga Pendidikan Darunnajah, pantas jika pada acara Haflah Takharruj mendapat predikat santri terlama belajar di Darunnajah.

 Menjelang Lebaran Fitri, ia minta dibelikan tehyan, alat musik tradisional Betawi yg berasal dari Cina. Tentu saja ibunya marah-marah, "Buat apa tehyan?!".  Menjelang lebaran mestinya membeli baju baru, kue lebaran, atau mencari tiket mudik.

 Setelah saya ajak diskusi panjang-lebar, ternyata ia sudah mendaftar program Sister City Jakarta-Beijing, melalui internet. Sebelumnya memang pernah bertanya, "Korea dan Cina pilih mana, Pak?", saya jawab sekenanya, "Cina!". 

 "Apa alasan bapak?"  Saya jawab, "Uthlubul 'ilma walau bisShin" . Belakangan saya tahu
Hadits itu dhaif dari sanad-nya Abu 'Atikah Tharif bin Salman Al-Kufi, atau juga derajat "hasan lighairihi" melalui sanad yg lain.

 Ibunya bertanya, "Kenapa tehyan? Bukan biola saja?". Pikir ibunya, biola sudah ada, dan tidak usah beli. Dia jawab, "Saya mau yg unik!". 

  Memang selain belajar menggesek tehyan, ia belajar tari Betawi, dan juga menghafal "puisi" Cina, yg dicarinya dari youtube.

 Saat mengisi data awal juga diusahakan semenarik mungkin, dia mencantumkan seluruh pengalaman dan prestasinya selama belajar di Darunnajah. Ia menulis 111 pengalaman, dari menjadi pengurus OSDN sampai terlibat dalam berbagai kepanitiaan. Ia mencantumkan 22 prestasi di Darunnajah, dari ketua bagian teraktif dan inovatif, kelompok PPM terbaik, sampai musikus terbaik. 

12 hari setelah lebaran, ia mengikuti tes selama dua hari y
ang meliputi tes tulis, wawancara, dan praktik kesenian. Selesai tes hari ke dua, ia diam saja, mentalnya down, katanya ada beberapa pertanyaan yg tidak bisa dijawab, tentang politik luar negeri Cina, perdagangan luar negeri. Selama ini yang ia pelajari hanya tentang Kota Beijing, lupa tidak belajar tentang negara Cina.

Ia juga merasa paling muda, karena banyak juga yang sedang kuliah di S2. Lebih-lebih jumlah pendaftar yg melebihi angka 200, sedang yg akan diterima hanya 32 untuk dua kota atau hanya 16 persen.

 Dengan perasaan pesimis, sore itu ia pulang, setelah menitip nomor peserta kepada temannya y
ang rumahnya dekat dg Kantor Disorda.

 Besuknya, siang hari, ia mendapat SMS dari temannya, nomernya lulus, alhamdulillah, ia senang sekali, dan langsung sujud syukur.   
                
 Malam ini 19 Oktober 2013 pk 20.25 rombongan terbang ke Beijing, dan tanggal
28 akan kembali ke Tanah Air. 16-19 Oktober kemarin masuk karantina di Cibubur.

 Malam ini saya mengantar ke Bandara Soekarno Hatta, ketemu alumni Darunnajah tahun 2000, angkatan Ust Tb Safaruddin, namanya Eko Budiman, ia ketua rombongan ke Seul (Korea Selatan), dia cerita kalau Syauqi menjadi Bagian Rohani Islam. "Pantas, alumni Darunnajah", kata Eko. Eko yang alumni Darunnajah itu baru tahu kalau Syauqi juga alumni Darunnajah.


 Mohon dido'akan, semoga dimudahkan dan dilancarkan d
alam segala urusan.  Mendapat ilmu dan pengalaman yang bermanfaat, bukan hanya membawa misi Jakarta dan Indonesia, tetapi juga membawa nama baik Darunnajah.
(bersambung)

Indonesia Jamil

Intermeso 61: Indonesia Jamil

    Syeikh Dr. Muhammad Said Daud, mab'uts dari Al Azhar Al-Syarif Cairo jalan-jalan ke Taman Bunga Nusantara (TBN) Cipanas, kemarin ke Perumahan Kota Bunga.
      Nampaknya pemandangan di Puncak (jabal ahdhor), Kota Bunga (Madinatul Azhar), dan Taman Bunga (Hadiqotul Azhar), berbeda d
engan pemandangan Sungai Nil, Shpinx, Pyramid, dan Gunung Turisina.
      Kata Syeikh, "Indonesia Jamil"
(Indonesia bagus)

Jumat, 07 Maret 2014

Muthowwif Bukan Muthowwif

Intermeso 60: Muthowwif Bukan Muthowwif


            Alhamdulillah, rombongan umroh 40 tahun Darunnajah, dijemput mahasiswa Universitas Islam Madinah (UIM) yang juga alumni Darunnajah. Barang-barang  sudah dinaikkan ke bagasi, dan jama'ah juga naik bus.
          Selama dalam perjalanan menuju hotel. Salah seorang alumni maju ke depan dan memmegang mikrofon. Ia mengucapkan selamat datang dan mengenalkan alumni Darunnajah yang tengah belajar di Madinah.
         "Kami yang disebut-sebut sebagai muthowwif itu sebenarnya bukan muthowwif. Kalau kami menjadi muthowwif itu pelanggaran, karena visa kami adalah untuk belajar"
    "Kami adalah murid Antum, yang sudah diajar Antum selama ini".
    "Kami siap membantu Antum".

Alumni Darunnajah Ada di Mana-mana

Intermeso 59: Alumni Darunnajah Ada di Mana-mana

            Pesantren Darunnajah memasuki usia 40 tahun, sudah melahirkan banyak alumni.
    "Di antara keberhasilan Darunnajah, alumninya tersebar di seluruh Indonesia", demikian kalimat yang sering disampaikan Kiai Mahrus Amin.
            "Ust Mahrus, pergi ke mana saja selalu ketemu alumni. Ke Padang, Pekan Baru, Flores; ketemu alumni", dimikian lanjutnya.
            Dalam kontek yg berbeda, saya juga sering ketemu alumni Darunnajah, bahkan selalu ketemu. Bahkan di rumah, saya sulit menghindar dari alumni. Betapa tidak, karena istri saya alumni, anak pertama alumni, anak kedua alumni, anak ketiga alumni. Semoga anak ke empat juga alumni Darunnajah.


Berebut Masuk Roudhoh (Tiga)

Intermeso 58: Berebut Masuk Roudhoh (Tiga)

            Malam itu jam 02.00 dinihari saya terbangun dan tidak bisa tidur lagi, padahal jam 22.30 saya baru mulai tidur, sedangkan dari pagi tidak tidur sama sekali dan setelah Isya' ikut berdesakan berebut masuk Roudhoh. Mungkin ini yg disebut jetleck (mabuk paska terbang), atau karena jam 02.00 WSA itu di Indonesia sudah jam 06.00 WIB.
            Saya berwudhu terus ke Masjid Nabawi. Di masjid masih belum banyak orang, saya masuk melalui pintu Babu Salam. Langsung ke Roudhoh, tetapi Roudhoh sudah penuh sesak. Saya masuk lewat pintu depan, tetapi dijaga petugas. Begitu petugas meleng (noleh), saya lari terus masuk ke shof ketiga dari depan. Sama seperti tadi sore, berdiri saja susah, apa lagi rukuk dan sujud.
            Saya terus bergerak ke belakang. Akhirnya dapat tempat yang enak, bisa shalat; bisa rukuk dan bisa sujud dengan enak. Saya bisa berdo'a berkali-kali. Berdo'a, capek ganti sholat Tahajjud. Setelah shalat, berdo'a lagi sebanyak-banyaknya.
            Pk 04.24 adzan pertama dikumandangkan. Satu jam kemudian, 10 menit  sebelum Shubuh, pk 05.25 adzan Shubuh dikumandangkan, pk 05.06 salat Shubuh baru selesai.
            Setelah makan pagi, kita ziarah ke tempat-tempat bersejarah.

Berebut Masuk Roudhoh (Dua)

Intermeso 57: Berebut Masuk Roudhoh (Dua)

            Setelah shalat Isya' dan makan malam, kami memasuki Masjid Nabawi. Dengan mendahulukan kaki kanan, kami menuju Babu Salam. 
            Sambil berjalan ke arah Makam Rosul, kami membaca salawat. Sepanjang dinding masjid, tertulis kaligradi nama-nama Nabi Muhammad SAW; Hamid, Mahmud, Thoha, Yasin, Musthofa, dst.
            Ketika sampai di depan makam nabi, kami menghadap ke arah makam dan membaca salawat atas nabi, kemudian bergeser ke kanan menyampaikan salam kepada Abu Bakar Shiddiq, dan bergesr ke kanan lagi kemudian menyampaikan salam kepada Umar bin Khotthob.

Kami kembali ke kiri ke arah banner yg sebentar lagi akan dibuka. Begitu banner dibuka, kami lari ke arah ruang Roudhoh, alhamdulillah dapat masuk, kaki saya dapat menginjak karpet berwarna hijau di antara tiang-tiang yang berwarna putih. Warna karpet dan tiang sengaja dibedakan dengan yang lain supaya kita dapat mengenali ruang Raudhah yaiyu di antara Makam Rasul (dulunya kediaman Rosul) dan mimbar sebagai mana hadits shohih Muslim yang tertulis di atas pintu:
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ
“Tempat antara rumahku dan minbarku adalah satu taman dari taman-taman surga.”
            Kami hanya bisa berdiri, belum bisa bergerak, apa lagi sholat. Maka petugas mulai menarik tangan orang-orang di bagian depan supaya keluar dari Roudhoh, maka saya bergeser ke belakang, ke arah kiri mendekati Makam Rosul. Alhamdulillah, saya dapat "mojok", logika saya yg di pojok akan "diusir" terakhir.
            Ruang Roudhoh mulai longgar, saya dapat sholat dg leluasa, dan berdo'a se-banyak-banyaknya. Berdo'a untuk diri sendiri, keluarga, kerabat dekat, dan ada juga do'a-do’a titipan teman. Supaya tidak lupa, do'a-do’a itu sudah ditulis di kertas kecil. 
            Ruang Roudhoh semakin longgar, petugas keamanan mulai ke belakang, mulai mencolek-colek saya untuk keluar. Strategi saya, saya shalat lagi, dan saya berdo'a pada sujud terakhir.
            Selesai sholat tangan saya ditarik, saya ke depan sampai mendekati pintu, saya sholat lagi. Petugas tidak berani mencolek atau mengusir orang yang lagi sholat. 
            Dengan dituntun petugas, saya keluar dari Raudhah, tapi hati saya sudah puas, sudah sholat beberapa roka'at dan sudah berdo'a berulang kali.
            Ruang Roudhah pun menjadi kosong, dan banner dibuka lagi, maka orang-orang berdesak-desakan berlari menuju Roudhoh seperti saya tadi. Saya pulang ke hotel dg perasaan senang dan menang, karena. sebelumnya, dua kali saya tidak berhasil masuk Roudhoh, karena kurang strategi.

Berebut Masuk Roudhoh (Satu)

Intermeso 56: Berebut Masuk Roudhoh (Satu)


            Berdo'a di Roudhoh menjadi idaman setiap orang yang menunaikan ibadah haji atau umroh. Roudhoh termasuk tempat mustajabah untuk berdo'a dari sekian banyak tempat-tempat mustajabah.
            Karena banyak yang ingin masuk Roudhoh, maka dipakai sistem buka-tutup. Seluruh jalan menuju Raudhoh ditutup plastik banner.
            Orang-orang menunggu di sepanjang banner yg dipasang. Di dalam Roudhoh dijaga petugas, berdo'a di situ jangan terlalu lama, sutu-dua-tiga orang disuruh keluar, dan semua harus kelar, dan ruangan Roudhoh menjadi kosong lagi.
            Maka banner pun dibuka, dan orang-orang yang sudah lama menunggu,
berlarian menuju Roudhoh, tentu saja sambil berdesak-desakan. 
            Karena masuk Roudhoh itu sulit maka saya memakai "guide", mahasiswa UIM yg wajahnya mirip saya.
            Waktu yang dipilih ialah setelah salat Isya', waktu itu masjid sedang kosong, karena orang-orang pada umumnya sedang pulang ke hotel untuk makan malam.
            Begitu banner dibuka, orang-orang berlarian masuk ke ruang Roudhoh, dalam hitungan detik, Raudhoh penuh kembali.

Tampang Indonesia

Intermeso 55: Tampang Indonesia


            Saya orang Indonesia asli, lahir dan besar di Indonesia. Tampang saya yang pasti tampang Indonsia. 
            Setelah shalat Subuh, saya ziarah ke Makam Baqi', jalan-jalan sampai tengah dan balik lagi ke pintu gerbang.
            Di depan makam ada antrian, ternyata pembagian brosur dan DVD, orang-orang juga dibagi buku. Karena penasaran, saya ikut ngantri juga. 
            Sampai di loket, saya sok akrab, saya tegur petugasnya, "Assamu'alaikum, ya Syekh!" Petugas langsung jawab, "Wa'alaikum salam, Anta Indonisi?"
            Kemudian saya cuma dikasi DVD dan brosur. Padahal orang-orang di depan saya dikasi beberapa buku. Kemudian saya bertanya, "Aina kitab!"
            Petugas menjawab, "Ma fi kitab". Kemudian saya pegang buku yang di depan saya, "Hadza kitab!"
            Mungkin maksud petugas, buku untuk orang Indonesia tidak ada. Kemudian saya sambung lagi, "Fahimtu lughatal 'Arobiyah".
            Dia masih nanya lagi, "Fahimta!?”.
            Kemudian saya dibagi dua buku dan DVD-nya ditambah satu lagi.
            Ini gara-gara saya bertampang Indonesia. Orang-orang yang ngantri di depan saya tadi; tinggi, besar, brewokan; tidak pakai ditanya lagi, langsung saja dibagi buku.

Mihrob Tidak Ada Imamnya

Intermeso 54: Mihrob Tidak Ada Imamnya


      Tahun 1980-an di kampung saya ada yang menunaikan ibadah haji, dialah orang pertama naik haji sejak saya lahir.
            Sepulang saya ibadah haji April 1998, ia datag ke rumah dan bertanya, "Di Masjid Nabawi saya sering salat di shaf paling depan di depan mihrob, tetapi imamnya tidak ada. Di mana itu imam shalat?"
            Jangan-jangan ini merupakan pertanyaan yg disimpan di dalam hati bertahun-tahun lamanya. Tetapi, karena ia orang yang pertama naik haji, bingung akan bertanya kepada siapa? Kalau kebingungan ini diceritakan kepada orang yang belum haji, hanya akan menularkan kebingungan saja, kira-kira begitu pikirnya.
            Kebetulan, sebelum naik haji, saya sudah baca buku-buku haji yang saya dapat dari Departemen Agama, sehingga pertanyaan itu alhamdulillah bisa saya jawab,
            "Masjid Nabawi pertama kali dibangun tanpa adanya Mihrob. Mihrob pertama kali dibangun pada tanggal 15 Sya'ban tahun ke-2 H setelah Rosululloh SAW menerima perintah memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis di Yerussalem ke Baitullah di Makkah. 
            Mihrab di Masjid Nabawi sekarang ini berjumlah lima buah:
1. Mihrob Nabawi, berada di sebelah timur mimbar. Tempat ini dahulu digunakan untuk mengimami jamaah shalat. Mihrob ini hadiah dari Al-Asyraf Qait Bey dari Mesir.
2. Mihrob Sulaiman, berada di sebelah kiri mimbar dan bentuknya sama dengan Mihrab Nabawi. Mihrab ini dibangun pada tahun 938 H dan merupakan hadiah Sultan bin Salim dari Turki.
3. Mihrob Utsmany, berada di tengah-tengah dinding arah kiblat yang sekarang digunakan imam memimpin shalat.
4. Mihrab Tahajjud, berada di sebelah utara jendela makam Rosululloh dan bentuknya lebih kecil daripada Mihrob Nabawi dan Mihrab Sulaiman. Di tempat inilah Rosululloh sering melakukan shalat Tahajjud. Mihrab ini mengalami perombakan pada masa pemerintahan Sultan Abdul Majid.
5. Mihrob al-Majidi, berada di sebelah utaranya Dakkatul Agawat, jaraknya kurang lebih 4 meter."
            Kemudian obrolan saya tutup, "Mestinya sampean pergi haji lagi dan duduk di depan Mihrob Utsmany, insya'aAllah imamnya di situ."

Madinah (Juga) Banjir

Intermeso 53: Madinah (Juga) Banjir

            Tadi pagi di Madinah hujan, kata orang pribumi, “Hujan tadi pagi cukup lebat”. Air pun menggenang di mana-mana. Nampak petugas menyedot air di beberapa tempat, termasuk di jalan underpass. 
            Beberapa mobil "klelep" (tenggelam) di jalan underpass.
            Kota Nabi yang beriklim subtropis ini jarang turun hujan, setahun paling 5-10 kali.
            Jika hari hujan, kampus pun otomatis diliburkan, baik hujan air ataupun hujan debu. Lain di Jakarta, banjir dianggap musibah, tetapi di Madinah, banjir menjadi tontonan. Para keluarga menggelar tikar di pinggir wadi' (lembah) menikmati "indahnya" banjir.  Hujan kali ini, bisa jadi sebagai pertanda pergantian dari musim dingin ke musim panas.
            Demikian kata salah seorang mahasiswa Universitas Islam Madinah yang memandu kami.

(Madinah, 28 Januari 2014)

Lesehan Beratap Langit

Intermeso 52: Lesehan Beratap Langit


            Kira-kira pertengahan perjalanan Madinah - Mekah, mobil berhenti di makanul istirohah (rest area). Fasilitas yang tersedia selain tempat parkir yg luas adalah; masjid, WC, dan tentu saja makanan yang dijual.
            Makanan yg fres banyak pilihan, dari ikan goreng, ayam bakar, dan ayam goreng.   Para pembeli bisa makan di mobil, dalam ruangan, atau lesehan.
            Lesehan di sini berbeda dengan di Indonesia, yaitu bangunan berbentuk segi empat, kira-kira dua kali dua meter, di dalamnya digelar karpet. 
            Yang berbeda adalah bangunan ini tidak beratap, alias atapnya langit. Kalau malam hari kita bisa makan sambil memandang bintang di langit, tetapi pada siang hari, tentu kita bisa makan sambil kepanasan.

Makan Lauknya Nasi

Intermeso 51: Makan Lauknya Nasi

            Setelah shalat Dhuhur di mushalla kampus Univertas Ummul Quro' Mekah, silaturrahim dilanjutkan di tempat lain. Kami dibawa bus kampus menuju tempat lesehan.
            Tempat lesehan ini nampaknya istimewa dibanding tempat lesehan sekitarnya yang tidak pakai atap, hanya kerangka saja.
            Di dalam ruangan yang berpendingin ada sofa panjang dan rendah yang merapat ke seluruh dinding.
            Para pimpinan Darunnajah banyak berdiskusi dengan masyayikh Ummul Quro, dilanjutkan dengan pemberian kenang-kenangan.
            Kemudian di tengah lantai karpet di bentangkan sufroh, yaitu plastik panjang untuk alas makan bersama. Nampaknya saat itu acara makan besar, Syeikh Hasan Al Bukhori akan menjamu tamunya.
            Piring besar, kecil, dan nampan yang berisi makanan dan ditutup alumnium foil diletakkan di atas sufroh.
            Setelah alumnium foil dibuka, isinya, ikan goreng, ikan bakar, ikan sayur, cah kangkung, dsb. Ada juga tamis (roti tawar bundar) dan nasi. Nasinya cuma sedikit, lebih banyak ikan dan lauknya.
            Maka ada yang komentar, "Makan ikan, lauknya nasi!".

Lupa Pakai Celana Dalam

Intermeso 50: Lupa Pakai Celana Dalam


            Setelah ziarah Mekah, jama'ah Umroh Darunnajah sampai di Masjid Ji'ronah. Mereka akan menunaikan ibadah umroh yg kedua. Mereka berwudlu, ganti pakaian ihrom, salat sunat, dan kembali ke mobil. Ni'at ihrom dibaca bersama-sama dan mobilpun bergerak meninggalkan Ji'ronah.
            Rombongan tiba di Mekah, sampai di depan hotel bersamaan denga iqomat sholat Dhuhur dikomandangkan. Sebagian dari kami ada yg langsung shalat Dhuhur dan sebagian yang lain terus ke hotel. Saya sendiri, sholat kemudian ke hotel.  
            Rencananya makan siang, karena jam 14.00 kumpul di loby, bersama-sama ke Masjid Harom dan sujud syukur di lantai tiga, kemudian dilanjutkan ibadah umroh.
            Saya ke kamar mandi dulu, mau pipis. Di situ saya baru sadar kalau dalam keadaan ihrom itu tidak boleh memakai celana dalam. Rupanya waktu di Masjid Ji'ronah saya lupa melepas celana dalam. Dengan demikian saya batal ihrom. Ya sudah, mau bagaimana lagi. "Itu dibahas nanti saja setelah acara sujud syukur di Masjid Haram selesai", kata saya kepada anak saya yg siap memandu. Anak saya juga membatalkan ihromnya dan melepas kain ihromnya.
            Insya'allah setelah kunjungan ke Syu'bah Tahfizh Al-Quran ba'da shalat Maghrib, kami akan umroh lagi dg mengambil miqot di Tan'im.
            Semoga dapat terlaksana, dan saya tidak lupa lagi. 

Sabtu, 01 Maret 2014

Intermeso 49: Musholla Bintang Lima

Intermeso 49: Musholla Bintang Lima


            Jika iqomat dikumandangkan, banyak orang yang lari, bahkan ada yang terbirit-birit. Bagi yg belum tahu, tentu saja kaget dan bertanya, "Ada apa, kok banyak yg lari?." Itu pemandangan di jalan di sekitar Masjid Harom.
            Sholat di Masjid Harom, jangan terlambat, tidak bisa masuk masjid, bisa jadi dapat tempat di halaman masjid, di depan hotel, atau di jalan raya. 
            Untuk dapat duduk manis di dalam masjid, tanpa tersenggol orang yang lalu-lalang, tentu harus datang lebih awal sebelum waktu sholat.
            Berutunglah orang-orang yang tinggal di hotel di sekitar Masjid Harom yg ada fasilitas mushollanya, musholla itu dindingnya dari kaca dan menghadap ke Harom.
            Bagi yang sholat di shof paling depan, tentu dapat melihat orang yang sholat di Masjid Harom. Sementara  sound system di ruangan itu tersambung dengan sound system masjid. Azan dan suara imam juga tersambung ke musholla itu, sehingga banyak penghuni hotel yang salat lima waktu di musholla itu denga imam dari Masjid Harom.
            Jika bulan Romadhon tiba, tentu banyak orang yang ingin sholat di musholla seperti itu, sehingga harga hotelpun menjadi ber-lipat2.
            Itulah musholla, bagian dari fasilitas hotel berbintang lima. "Ingin sholat di musholla?", tinggal masuk lift di depan kamar, pencet tombol "M", akan sampai di musholla, tanpa berpayah-payah berlari menyebarang jalan dan berdesak-desakan di pintu masjid.