Intermeso 73: HP Sejuta Umat Dikerubuti Copet
Tahun 2003, hand phone (mobile phone) masih menjadi barang mahal dan
tidak semua orang dapat menikmati alat komunikasi itu.
Saya bersyukur, sejak tahun 2000 sudah pegang HP, yang pertama merk
Ericsson, HP sebesar jagung bakar (ma'af agak berlebihan) yang pakai antena
itu, jujur membanggakan diri saya.
Kalau menelpon teman, terkadang harus keluar rumah, maksudnya mencari
sinyal yang bagus, tetapi bisa jadi disangka pamer HP.
Tahun 2002, HP diganti Nokia 3315, bentuknya lebih kecil dan tidak pakai
antena lagi, layarnya lebih lebar sehingga lebih mudah untk berkirim SMS. HP
serie ini memang bandel dan banyak yang pakai, sehingga disebut HP Sejuta Umat,
pinjam istilah Da'i Sejuta Umat, K.H. Zainuddin MZ.
Pada saat itu memang HP masih dianggap barang mahal dan banyak diincar
pencopet, baik di bus kota, di angkot, atau saat mengantri di bank.
Mendengar cerita teman-teman yang HP-nya hilang dan berinisiatif mengikatnya
dengan tali, maka saya ikut-kutan juga mengikat HP dengan tali.
Pada suatu hari, di hari Jumat, saya ada keperluan ke Kebayoran Lama. Saya
buru-buru pulang karena sebentar lagi salat Jumat.
Di bawah jembatan layang, saya akan naik angkot C05 rute Kebayoran Lama -
Taman Mangu, sebentar saya melihat jam di HP.
Ternyata ada 5 orang yang naik bareng saya, ada yang di samping sopir, di
belakang sopir. Saya ambil posisi di kiri di belakang pintu. Ada yang di depan
pintu dan ada juga yang di sebelah kanan saya, nyaris saya dijepit kiri, kanan,
dan depan.
Saat itu saya sadar kalau saya sedang dikerubuti pencopet, karena saya
pernah mendengar cerita seperti ini, dan ini sedang terjadi pada diri saya.
Mula-mula yang di depan saya menunjukkan brosur pengobatan, saya paham itu
untuk mengalihkan perhatian saya. Yang di kiri saya bawa koran, untuk
menghalangi pandangan mata saya ke arah kantong baju.
Saat itu tangan kiri saya memegangi kantong baju, sementara tangan kanan
memegangi HP di kantong celana kanan.
Langkah berikutnya, kaki kanan saya dipencet, diurut dan digoyang-goyang,
saya paham, supaya HP di kantong celana jatuh, tetapi karena tangan kanan saya
masih memegangi HP, maka ganti tangan saya yang diurut. Sementara mata saya
masih mewaspadai kantong baju saya yang berisi dompet; KTP, kartu ATM, dan
uang.
Merasa aksinya tidak berhasil, di Seskoal mereka turun. Hati saya plong.
Di dalam angkot tinggal saya dan seorang ibu. Ibu itu menyapa, "Pak, apanya yang
diambil?"
"Alhamdulillah Bu, tidak ada yang hilang!", jawab saya.
"Iya, sampai Bapak keringatan,
bajunya basah".
Memang saya bermandi keringat, karena angkot itu tidak pakai AC.