Sabtu, 04 Oktober 2014

Bukan Koruptor, Masuk Tipikor

Intermeso 88: Bukan Koruptor, Masuk Tipikor

   
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah pengadilan yang khusus menangani perkara korupsi. 
   
Pada bulan Maret lalu, kami berempat menghadiri undangan Litbang Kemenkum-HAM. Ternyata tempatnya di Gedung Tipikor.

Agak malu-malu memang kami dengan mobil pesantren masuk Kantor Tipikor. 
   
Seingat saya, kami belum pernah korupsi, dan di antara kami berempat tidak ada yang mirip tampang koruptor.
   
Litbang Kemenkum-HAM bermaksud mengadakan penelitian tentang Sertifkasi Guru dalam Jabatan. Dari Darunnajah yang hadir 4 orang; dari yayasan dan para wakil kepala sekolah. Ada 35 undangan dari seluruh Indonesia yang diharapkan hadir. 
   
Kami diharapkan bisa memberikan masukan tentang Sertifikasi Guru Selama ini, karena ada kesan, ada perlakuan tidak sama dalam hal serifikasi dan ketidakjelasan dana sertifikasi itu kapan turunnya.
     
Litbang bekerjasama dengan Uversitas Negeri Jakarta. Hasil penelitian nanti akan  menjadi masukan buat pemerintah.
   
Semoga mutu pendidikan meningkat dan kesejahteraan guru juga meningkat secara merata, supaya tidak melanggar HAM. 

Jumat, 03 Oktober 2014

Lebih Syetan dari pada Syetan

Intermeso 87: Lebih Syetan dari pada Syetan

Ceramah K.H. Arifin Ilham tadi pagi di sebuah TV swasta:  Dalam Hadits disebutkan, bahwa pada bulan puasa syetan diikat, tetapi kenapa masih banyak manusia yang berbuat dosa. Ternyata masih ada syetan yang tidak diikat, yaitu manusia. Manusia juga syetan, "minal jinnati wannas".

Ada seorang manusia banyak berbuat dosa pada bulan puasa, maka bertanyalah syetan kepada manusia itu, "Apakah engkau takut pada Allah?!", manusia itu menjawab, "Tidak!!".

Mendengar kata 'tidak' maka syetan lari ketakutan, karena syetan saja takut pada Allah. Kenapa manusia itu tidak, berarti manusia itu lebih syetan dari pada syetan.

Salat Tarawih Diliburkan

Intermeso 86: Salat Tarawih Diliburkan

   
Tidak jauh dari Pesantren Darunnajah, ada komplek perumahan, di komplek itu berdiri sebuah masjid.

Di masjid itu pada bulan Ramadhan diselenggarakan salat Tarawih sebagaimana masjid-masjid lainnya, dengan pembinaan guru-guru muda dari Pesantren Darunnajah, bahkan imam, dan bilal-nya juga dari Darunnajah.
 
Seperti juga masjid-masjid lain, kegiatan tarawih nampak semarak, kalau tidak menggelar sajadah pada saat salat Maghrib, maka kita tidak akan kebagian tempat di dalam masjid, yang terlambat akan salat di depan masjid.
   
Kondisi demikian tentu berbeda jika Ramadhan sudah berumur 20 hari.
   
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pesantren Darunnajah diliburkan mulai tanggal 20 Ramadhan siang. Mohon dimaklumi para santri dan guru Darunnajah adalah para pendatang yang mayoritas berlebaran di kampung halamannya, sekaligus selaturrahim dengan sanak-familinya.
   
Bagaimana dengan salat Tarawih di komplek perumahan tadi? Karena para petugasnya adalah guru-guru Darunnajah yang juga pada pulang kampung, maka tarawihnya libur.
   
Cerita ini terjadi pada tahun 1990-an. Tahun-tahun berikutnya saya kurang tahu, karena saya juga pulang kampung.
   

Di kampung saya justru terjadi sebaliknya, Ramadhan semakin akhir, jama'ah Tarawih semakin banyak, karena yang merantau pada pulang kampung.

Shalat Menghadap Dua Arah

Shalat Menghadap Dua Arah

Intermeso 85

Dalam rangka Perkemahan Pramuka Santri Nusantara (P2SN) ke-3 dan Reuni Alumni Darunnajah Kepulauan Riau di Batam, awal Juli 2012 lalu, ada beberapa guru Darunnajah yang hadir pada dua acara itu. Di antara mereka ada pula beberapa orang yang menyeberang ke Singapura. 
           
Di Negeri patung Singa itu, mereka makan siang di restoran. Sambil menunggu makanan dihidangkan,  salah seorang di antara mereka ada yang mencari mushalla. Singkat cerita, tanpa banyak bertanya dan menanyakan arah kiblat, maka shalatlah dia sendirian. 
           
Di tengah-tengah shalat, ketika sedang sujud, dia melihat tanda panah arah kiblat di lantai, ternyata dia salah menghadap. Maka berputarlah dia 180 derajat menyesuaikan arah panah dan terus melanjutkan salatnya. 

Untung saja salatnya sendirian, seandainya berjamaah bisa jadi imamnya menjadi ma'mum.
           
Mungkin teman kita itu, terinspirasi cerita Masjid Bani Salamah. 
                   
 ***    
           
Saat itu ummat Islam salatnya masih menghadap ke Baitul Maqdis (Palestina). 

Pada tahun 2 H, hari Senin bulan Rajab, saat Rasulullah sedang salat Dhuhur, di Masjid Bani Salamah, tiba-tiba turun wahyu surat Al Baqarah ayat 144, maka Rasulullah menghentikan salatnya sementara dan melanjutkan kembali dengan mengalihkan arah menghadap ke Masjidil Haram. 
           
Maka sejak itu, Masjid Bani Salamah disebut juga Masjid Qiblatain.
                     
***
           
Ini dua masalah yang berbeda, yang pertama karena kesalahan, yang kedua karena wahyu. Apakah kasus yang pertama sah salatnya?
                   

Kata teman saya, kalau salatnya diulang, takut ditinggal teman-temannya, khawatir menjadi temannya Patung Merlion*).