Sabtu, 05 April 2014

Dari Ulujami Menuju Beijing (bagian Empat, Habis)

Intermeso 65: Dari Ulujami Menuju Beijing (bagian 4, habis)
     
Rabu 30 Oktober 2013, pk 02.30 dini hari saya terbangun, saya coba SMS ke nomor HP anak saya, SMS tidak masuk, berarti ia sedang terbang, pikir saya. Saya browsing di internet, penerbangan SQ Beijing-Singapura-Jakarta akan mendarat pk 07.35 dan 08.05 di Cengkareng. 

Pk 08.00 saya coba SMS, tetapi masih belum masuk juga. Hati saya bertanya-tanya lagi. Hari itu pikiran saya masih galau, rapat Tim-19 yg saya ikuti kurang kosentrasi. Apa lagi dalam keadaan kurang tidur. Sesekali saya coba telpon lagi, tetapi masih belum aktif.
     
Saya coba telpon pegawai Disorda yang terlibat kegiatan Sister City, tetapi dia ke Soul, waktu saya telpon dia paham deng permasalahan Syauqi, karena sinyal HP lagi kurang bagus, pk 12.02 dia kirim SMS: "Syauqi lg di pesawat pa, sktr jam 3an nyampe cibubur." Saya masih ragu, jangan-jangan kabar ini seperti kabar tadi malam, katanya jam 00.00 terbang, tetapi jam 09.00 pagi belum mendarat.
     
Jam 12.35 saya menelpon salah seorang pejabat Disorda, saat itu sedang di luar kota. Informasinya passport Syauqi jatuh di kursi pesawat dan diduduki orang lain, sudah dibuatkan passport (surat jalan laksana paspor) oleh KBRI di Beijing, posisi sudah di Singapura. Ketika saya tanya pesawat apa?, jam berapa?, dia tidak bisa menjelaskan, tetapi ia berjanji akan menghubungi saya lagi.
   
Saat kami sedang menerima tamu di Baitul Wakif, pejabat itu pk 13.27 menelpon saya, "Syauqi sudah mendarat di Bandara Cengkareng." Dengan perasaan lega saya kembali ke kantor.
   
Informasi yg paling meyakinkan, anak saya SMS pakai nomor HP yang sehari-hari ia ipakai sebelum berangkat, "Alhamdulillah.. baru aja sampe, uqi lgsg ke cibubur".
   
Cibubur, di Graha Wisata Pramuka, tempat pembekalan sebelum berangkat.
   
Pk 16.20 istri saya menelpon, "Pak, pulang!, Uqi sudah pulang." Sayapun pulang.
   
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yg mempertemukan kembali orang-orang yang terpisah.
   
Memang benar kata teman saya, "Ke luar negeri itu seribu satu masalahnya".
   
Allah SWT memberikan pengalaman lebih dibanding teman-teman serombongan, paling tidak, lebih satu hari di negeri orang, merasakan bagaimana mengurus passport di luar negeri sampai diwawancarai polisi juga.
   
Itulah proses menuju dewasa. Semoga pengalaman ini menjadi pengetahuan bagi yang lain.


(Habis)

Dari Ulujami Menuju Beijing (Bagian 3)

Intermeso 64: Dari Ulujami Menuju Beijing (Bagian 3)


Ada kabar kurang enak.

Selasa, 29 Oktober 2013, sesuai jadwal, rombongan ke Beijing akan kembali ke Tanah Air, pk 18,05 mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Saya dan istri berencana menjemput di Bandara.

Saat itu saya akan mengajar masuk jam ke-7, menunggu di Rektorat lantai 3 sambil membantu istri input data NUPTK, HP saya berdering, dari nomor yg tidak saya kenal, "Assalamu'alaikum Pak, Paspor Uqi hilang, ...." dan seterusnya. Dia minta saya mencari copy passport di lemarinya, men-scann, dan mengirim ke alamat e-mail yg akan segera di-SMS.

Tentu saja saya agak panik, bel jam ke-7 pun berdering, maka saya menugaskan seseorang untuk masuk kelas 4F dan memberi tugas meringkas halaman 75 sampai 77.

Sayapun pulang setengah berlari, mencari copy paspor, tetapi pk 11.12 ia SMS lagi, "Pah ga usah dikirim.. udah ada datanya di flashdisc. minta do’a sama sholawatnya aja". 

Saya agak lega, tidak usah lari mencari scanner dan tidak perlu kirim e-mail dalam suasana Darunnajah yg sedang diguyur hujan lebat, namun perasaan cemas, khawatir, bingung, dan penasaran tentu saja ada.

Pk 13.00-14.00 ada undangan Farewell Party with HFCS di Baitul Wakif, dua guru dari Inggris akan pamit pulang, saya tidak hadir karena mengajar. Rencananya  setelah mengajar kami akan pergi ke Bandara. 

Sementara saya mampir kantor Yayasan Darunnajah karena ada kepala sekolah Darunnajah cabang yang minta dibuatkan SK. Sementara saya permisi, "SK akan saya buat besuk, karena saya akan ke Bandara".

Jam 14.30 ada rapat PPSB gabungan di Baitul Wakif, tetapi saya tidak hadir, hati saya benar-benar galau pada saat itu.

Pk 15.00 HP saya berdering lagi, anak saya menelpon. Ia sudah boarding dan sudah duduk di pesawat, tetapi tiba-tiba passport-nya tidak ada, maka ia bertanya pada teman-teman dan seluruh temannya mencari. Paspor tidak ditemukan dan ia diminta keluar dari pesawat Singapore Airline (SQ). Saat menelpon dia sedang mengurus paspor di KBRI dan akan terbang malam ini atau besuk pagi. Pulsa HP sudah habis dan akan menelpon kalau sudah mendarat di Cengkareng. 

Perasaan saya agak lega, niat ke bandara saya batalkan, acara selanjutnya membuat SK. Sesekali istri saya menelpon meminta saya pulang, sambil seakan menahan tangis.
      
Azan Magrib berkumandang, saya ikut jamaah di masjid dan pulang. Di rumah, istri  sedang mengaji sambil meneteskan air mata, sayapun ikut mengaji.

Tidak lama kemudian telpon istri berdering, dari wali santri, rupanya sebelumnya ia sudah menghubungi wali santri yang bekerja di Disorda DKI Jakarta. Ia melaporkan bahwa possport atas nama Syauqi Muhammad ditemukan di bawah jok kursi, saat teman-temannya sudah mendarat di Bandara.


Tetapi anak saya masih di Beijing. Menurut informasi, nanti malam atau besuk Syauqi pulang ke Jakarta. Istri saya tenang, makan malam, dan tidur.  

(Bersambung)

Dari Ulujami menuju Beijing (Bagian-2)

Intermeso 63: Dari Ulujami menuju Beijing (Bagian-2)

Jalan menuju Beijing tidak selamanya mulus seperti yang ia bayangkan. Sebagai mahasiswa tentu harus izin ke fakultasnya, tapi ini mahasiswa baru, saat itu masuk kuliah saja, belum.

Waktu acara propesa ia akan menghadap rektor, tapi tidak diizinkan, karena rektor sedang sibuk, maka surat permohonan izin dan proposal dititipkan ke staf, jawaban sementara, "Kemungkinan pesimis, karena masih mahasiswa baru". Memang, untuk mengajukan cuti ada syarat-syaratnya, minimal semester sekian, IP-nya minimal sekian. 

Atas petunjuk teman-teman, pada hari berikutnya kami coba menghadap wakil rektor bidang akademik, alhamdulillah diterima setelah menunggu beberapa menit.

Setelah mengemukakan maksud saya, wakil rektor bertanya, "Berapa kali kuliah akan ditinggalkan?". Kegiatan yang memakan waktu setengah bulan ini, hanya meninggalkan bangku kuliah dua kali. Wakil rektor hanya berujar, "Kalau waktu kuliah yg ditinggalkan tidak ada 20 persen, tidak ada masalah, tetapi kalau lebih 20 persen, harus memilih". "Memang hidup kadang-kadang harus memilih, pilih ke luar negeri tetapi hilang satu semester, atau tetap kuliah tetapi tidak keluar negeri?. Bagus kalau kedua-duanya dapat berjalan". Artinya, diizinkan, tinggal teknis pemberitahuan kepada dosen yg bersangkutan. 

Dengan rasa senang kami pulang.

                    ***
Kegiatan berikutnya adalah pengarahan, pembinaan, dan persiapan yg diselenggarakan oleh Dinas Olah Raga dan Pemuda (Disorda) DKI Jakarta setiap Sabtu dan Ahad. Kegiatan pembinaan antara lain membuat makalah dan diskusi, makalah-makalah yang ia buat  judul-judulnya sudah ditentukan, antara lain:
"Jakarta: Youth and Entrepreneurship" dan "Youth: Nationalism and Leadership in Jakarta.

 Di antara makalah ada yg dibuat setelah kunjungan ke Musium Nasional, "Jakarta: Youth Social and Culture Life". Ada juga makalah bebas, judulnya tidak ditentukan, ia memberi judul, "The Role of Al-Quran for Youth as An Application for Creating High-Quality Human Resources in City Development" (Peran Al-Quran untuk Pemuda sebagai Aplikasi untuk Membina Sumber Daya Manusia Berkualitas Tinggi dalam Pembangunan Kota). 

Dari sini cerita dimulai. Makalah itu banyak membahas pemuda dengan ayat-ayat Al Quran, seperti, "Allah tdk akan merubah nasib suatu Bangsa sehingga Bangsa itu merubah nasibnya sendiri". Ternyata diskusi menjadi panas dan ada yang mengomentari makalah itu berbau SARA.

Selesai diskusi, makalah itu menyita fikiran, sampai berfikiran negatif takut didiskualifikasi. Saya katakan, "Ini bukan SARA!, kalau mengatakan agama lain itu jelek, itu SARA". "Tetapi kalau menunjukkan bahwa Al Quran itu mendukung perubahan, menumbuhkan jiwa optimis, itu bukan SARA".

 Untuk mengerjakan tugas dan membuat laporan, peserta disarankan membawa laptop. Pembaca tentu paham, untuk membawa laptop ke luar negeri, barang dan program harus orisinil (asli), sewaktu-waktu  bisa diperiksa oleh yang berwajib, jika kedapatan membawa program bajakan bisa didenda 60 juta, sedangkan program yang ori harganya bisa 1,5 jutaan.

 Terus, bagaimana caranya?

Prugram bajakan sebaiknya dihapus saja, dan bawalah program yang free alias gratisan, nanti di negara tujuan, yang gratisan itu di-upload. Atau, download program ori dari situs yg juga gratisan. 


Kalau masih khawatir juga, saat akan pulang kampung program itu dihapus dulu.

(Bersambung)