Intermeso 65: Dari Ulujami Menuju
Beijing (bagian 4, habis)
Rabu 30 Oktober 2013, pk 02.30
dini hari saya terbangun, saya coba SMS ke nomor HP anak saya, SMS tidak masuk,
berarti ia sedang terbang, pikir saya. Saya browsing di internet,
penerbangan SQ Beijing-Singapura-Jakarta akan mendarat pk 07.35 dan 08.05 di
Cengkareng.
Pk 08.00 saya coba SMS, tetapi masih belum masuk juga. Hati saya bertanya-tanya lagi. Hari itu pikiran saya masih galau, rapat Tim-19 yg saya ikuti kurang kosentrasi. Apa lagi dalam keadaan kurang tidur. Sesekali saya coba telpon lagi, tetapi masih belum aktif.
Saya coba telpon pegawai Disorda
yang terlibat kegiatan Sister City, tetapi dia ke Soul, waktu saya
telpon dia paham deng permasalahan Syauqi, karena sinyal HP lagi kurang bagus,
pk 12.02 dia kirim SMS: "Syauqi lg di pesawat pa, sktr jam 3an nyampe cibubur."
Saya masih ragu, jangan-jangan kabar ini seperti kabar tadi malam, katanya jam
00.00 terbang, tetapi jam 09.00 pagi belum mendarat.
Jam 12.35 saya menelpon salah
seorang pejabat Disorda, saat itu sedang di luar kota. Informasinya passport
Syauqi jatuh di kursi pesawat dan diduduki orang lain, sudah dibuatkan passport
(surat jalan laksana paspor) oleh KBRI di Beijing, posisi sudah di Singapura.
Ketika saya tanya pesawat apa?, jam berapa?, dia tidak bisa menjelaskan, tetapi
ia berjanji akan menghubungi saya lagi.
Saat kami sedang menerima tamu di
Baitul Wakif, pejabat itu pk 13.27 menelpon saya, "Syauqi sudah mendarat
di Bandara Cengkareng." Dengan perasaan lega saya kembali ke kantor.
Informasi yg paling meyakinkan,
anak saya SMS pakai nomor HP yang sehari-hari ia ipakai sebelum berangkat,
"Alhamdulillah.. baru aja sampe, uqi lgsg ke cibubur".
Cibubur, di Graha Wisata Pramuka,
tempat pembekalan sebelum berangkat.
Pk 16.20 istri saya menelpon,
"Pak, pulang!, Uqi sudah pulang." Sayapun pulang.
Alhamdulillah, segala puji bagi
Allah, yg mempertemukan kembali orang-orang yang terpisah.
Memang benar kata teman saya,
"Ke luar negeri itu seribu satu masalahnya".
Allah SWT memberikan pengalaman
lebih dibanding teman-teman serombongan, paling tidak, lebih satu hari di
negeri orang, merasakan bagaimana mengurus passport di luar negeri sampai
diwawancarai polisi juga.
Itulah proses menuju dewasa.
Semoga pengalaman ini menjadi pengetahuan bagi yang lain.
(Habis)