Senin, 30 April 2012

Intermeso 18: Malam Sejuta Belalang

       Tahun 1998, meskipun negara kita sedang dilanda krisis moneter yg berkembang menjadi krisis multidimensional, alhamdulillah kami berkesempatan menunaikan ibadah haji. Kloter kami tergolong awal, sehingga jamaah melasanakan arbain dulu di Masjid Nabawi di Madinah, baru setelah itu ke Makkah. Kami tinggal di Kota Rasul salama 9 hari, dari tanggal 11 sampai 19 April. Pada saat itu sedang terjadi pergantian musim, dari musim dingin ke musim panas. Maklum, di negeri yg beriklim sub tropis itu hanya mengenal dua musim: musim dingin dan musim panas. Selama di Madinah, biasanya jam 02 malam kami sudah ke Haram, dengan harapan masih ada tempat untuk duduk dan berdo'a di Raudhah. Sebagaimana saya meyakini, Raudhah adalah tempat yang mustajabah untuk berdo'a. Pada suatu malam, kira-kira jam 03, lampu taman di sekitar Masjid Nabawi dirubung belalang, seperti halnya laron merubung lampu pada musim hujan di Tanah Air. Belalang yang jumlahnya ribuan, bahkan mungkin jutaan itu beterbangan merubung lampu, dan sebagian sudah berserakan di atas lantai marmer. Sehabis salat Subuh, belalang itu disapu dan dikumpulkan oleh petugas kebersihan, hasilnya berkarung-karung dan diangkut dengan mobil kebersihan. Nampaknya, dengan keluarnya belalang sebesar jempol itu ke atas permukaan bumi sebagai pertanda bahwa musim dingin sudah usai dan akan berganti musim panas.

Minggu, 15 April 2012

Intermeso 17: Ustadz Asia-Pasifik

Jumat 13 April 2012, pk 14.00 Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta mendapat kunjungan peserta The International Committee of the Red Cross (ICRC) Asia-Pasifik.

Kunjungan disambut dengan berbagai kegiatan santri, di pintu gerbang ada satuan pengawal, di depan Alfa Mart ada marching band corps putri, di depan Gedung Nusantara ada marawis, silat, pramuka putra, dan pramuka putri. Di samping pula pagar betis santri sepanjang jalan menuju Baitul Wakif.

Tamu Palang Merah Internasional yang berasal dari negara-negara di Asia-Pasifik yg berjumlah 65 itu transit di Gedung Baitul Wakif kemudian dibagi dua, ada yg ke GOR dan ada pula ke Gedung Rektorat.

Di GOR dan Rektorat sudah disiapkan kelas microteaching sebagaimana layaknya kelas. Sebagai pengajar Ust Ma’rifah M. Zein di GOR dan Ust Miftah Ahmad di Rektorat. Sungguh luar biasa, Ustadz dan Ustadzah yg relatif sangat muda itu, saat mengajar disaksikan 65 peserta ICRC dari negara2 di Asia dan Pasifik. Atau anggap saja sebagai amaliah tadris kedua.

Kegiatan dilanjutkan dg pertemuan di Aula 4 Windu. Acara didahului dg penampilan angklung, yg mendapat aplaus para hadirin. Kata sambutan dari pihak ICRC disampaikan oleh Mr. Sukhdev Sigh dan dari Darunnajah Ust M. Hasan Darojat, dilanjutkan dg tanya-jawab. Acara ditutup jam 16.45, namun para tamu nampak masih betah dan menikmati suasana pesantren.

Semoga kedatangan para tamu akan membawa berkah.

Kamis, 05 April 2012

Pasaran di Kota Santri

Intermeso 61: Pasaran di Kota Santri

Kaliwungu adalah sebuah kota kecamatan di barat Semarang. Disebut juga kota santri karena banyak santrinya dan banyak pula pesantrennya. Di dua Kelurahan Kaliwungu Wetan dan Kaliwungu Kulon, pada tahun 1970-an terdapat 50 pesantren besar dan kecil.
Setiap masjid atau musala mempunyai seorang kiai yang alim membaca kitab kuning sekaligus sebagai pimpinan pesantren di musalla atau masjid tersebut.

Tradisi di pesantren Kaliwungu pada bulan Puasa, para santri belajar kitab kuning secara intensif, sebagai contoh: Tafsir Jalalain dibaca dapat selesai dalam waktu 20 hari. Kegiatan mengaji seperti itu sering disebut "pasaran". Seorang kiai membaca dan mengartikan kitab kuning dan para santri mendengarkan sambil mencatat.

Ada beberapa tempat kegiatan untuk mengaji. Di masjid besar Kaliwungu bisa dipakai tiga kiai. Santri boleh memilih tempat mengaji, juga waktu bisa dipilih; pagi, ba'da Dzuhur, atau ba'da Tarawih. Seorang santri juga boleh pilih, mau ngaji kitab apa? Tinggal pilih, tempat, waktu, kitab apa? dan siapa kiainya.

Tahun 1977, di awal bulan puasa saya berangkat ke Kaliwungu, tujuan saya ikut "pasaran". Membawa beras 15 kilo, uang, dan pakaian secukupnya.

Untuk belajar kitab, saya pilih waktu pagi jam 7 sampai jam 12 dan ba'da Dhuhur.

Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa belajar 20 hari sudah selesai. Tapi saya masih menunggu Tafsir Jalalain yang akan khataman tanggal 21 siang.

Tanggal 21 Ramadhan ba'da Asar saya siap-siap untuk pulang ke Sukorejo. Di depan Masjid Besar saya menyetop mobil Colt berwarna hijau tua. Kaki saya sudah melangkah, hampir memasuki mobil. Tiba-tiba terdengar suara memanggil, "Ris, tunggu saya sebentar, saya mau bareng Kamu!". Ternyata Nasir, teman saya di SD dulu. Rupanya ikut pasaran juga, tapi 20 hari di Kaliwungu tidak pernah ketemu. Senang juga ketemu teman sekampung, karena perkiraan akan sampai Sukorejo sudah malam.

Agak lama memang, Nasir yang saya tunggu datang juga, langsung kami berdua naik mobil Colt. Di barat kota Cepiring mobil behenti. Sebelum jembatan Kali Bodri ada kecelakaan. Mobil Colt warna hijau tua tabrakan denga truk, kap mobil Colt sampai terlepas dan seluruh penumpangnya mati, sementara sopir terjepit di belakang stir, dan masih belum bisa diambil, sementara mayat-mayat ditutup daun pisang dijejer di pinggir jalan.

Saya baru sadar, mobil Colt berwarna hijau tua itu mobil yang tadi saya stop, tapi batal naik karena dipanggil Nasir.
Seandainya saya naik mobil itu, tentu saja saya sudah ditutup daun pisang dan ikut dijejer di pinggir jalan.

Saya memang percaya takdir, tapi sejak itu saya lebih percaya lagi, bahwa kematian seseorang adalah rahasia Ilahi.