Minggu, 26 April 2020

Potret Buruk Islam

Copas dari tetangga :
https://g.co/kgs/brdmBZ

Mencengangkan, 10 tesis politisi jerman tentang Islam. Seorang  politikus dari partai CDU (Kristen-Demokrat) yang pernah 18 tahun duduk di parlemen Jerman, Jürgen Todenhöfer, telah membaca Quran.
Setelah membaca, mengamati dan berpikir, Todenhöfer menulis. Hasilnya: sebuah buku “Feinbild Islam – Zehn Thesen gegen Hass” (Potret Buruk Islam – Sepuluh Tesis Anti Kebencian”), yang terbit di akhir tahun 2011. Berikut ringkasannya:
1. Barat Lebih “Brutal“ dari Dunia Islam
Todenhöfer, dalam tesis pertama, mengingatkan fakta sejarah yang sering terlupa di dua abad terakhir. Barat jauh lebih brutal daripada dunia Muslim. Jutaan warga sipil Arab tewas sejak kolonialisme dimulai. Atas nama kolonialisasi, Prancis pernah membunuh lebih dari dua juta penduduk sipil di Aljazair, dalam kurun waktu 130 tahun. Atas nama kolonialisasi, Italia pernah menggunakan phosphor dan gas mustard untuk menghabisi penduduk sipil di Libya. Atas nama kolonialisasi, Spanyol juga pernah menggunakan senajata kimia di Marokko.
Tidak berbeda di era setelah perang dunia kedua. Dalam invansi perang Teluk kedua, semenjak tahun 2003, UNICEF menyebutkan, 1,5 juta penduduk sipil Irak terbunuh. Sepertiganya anak-anak. Tidak sedikit dari korban terkontaminasi amunisi uranium. Di Baghdad, hampir setiap rumah kehilangan satu anggota keluarganya.
Sebaliknya, di dua abad terakhir, tidak satu pun negara islam menyerang, mengintervensi, mengkolonialisasi Barat. Perbandingan jumlah korban mati (dunia Islam: dunia Barat) adalah 10:1. Problema besar dunia, di dua abad belakangan ini, bukan kebrutalan Islam, tapi kebrutalan beberapa negara-negara Barat.
2. Mempromosikan Anti-Terorisme, Melahirkan Terorisme
Terorisme jelas tidak dibenarkan. Menilik secara objektiv, terorisme justru lahir dari politik anti-terorisme Barat yang keliru.
“Seorang pemuda muslim,” tulis Todenhöfer, “yang secara rutin memantau berita di televisi, hari demi hari, tahun demi tahun, akan situasi di Irak, Afghanistan, Pakistan, Palestina dan di tempat lain, di mana perempuan, anak-anak dan penduduk sipil, dihabisi oleh Barat dengan brutal, justru diprovokasi untuk menjadi seorang teroris.”
Beruntung saja, sebagian besar pemuda islam tidak terpancing. Mereka memilih jalan yang berbeda. Di Tunisia, Mesir, Libya, Marokko, dan negara-negara muslim lainnya, mereka menjawab ketidak-adilan yang menimpa mereka melalui jalan demokrasi dan teriakan kebebasan, bukan teror dan kekerasan.
3. Terorisme: Fenomena Dunia, Bukan Fenomena Islam
Pemeo favorit di setiap diskursi bertemakan terorisme: “Tidak setiap muslim teroris, tapi seluruh teroris adalah muslim.” Selain jauh dari benar, dengan data dan fakta, propaganda ini mudah dipatahkan.
Data resmi Badan Kepolisian Eropa, Europol, menyebutkan: Dari 249 aksi teror di tahun 2010, hanya tiga yang pelakunya berlatar belakang Islam. Bukan 200, bukan 100 – tapi tiga! Data di tahun-tahun sebelumnya, juga tidak kalah mengejutkan: Dari 294 aksi terror di tahun 2009, hanya satu yang berlatar belakang Islam. Hanya satu dari 515 aksi teror di tahun 2008. Hanya empat dari 583 di tahun 2007.
4. Hukum Internasional untuk Semua
Di hadapan hukum internasional, dunia Barat selalu mentematisir, dan merekam dengan baik, 3500 korban terorisme yang jatuh atas nama “teror-Islam“ semenjak pertengahan 1990-an (termasuk korban WTC, pada 11/9). Tapi mengapa ratusan-ribu warga sipil yang terbunuh dalam intervensi di Irak tidak pernah ditematisir?
Lebih jauh, Todenhöfer bertanya kritis: “mengapa elite Barat, tidak pernah sekalipun menimbang; membawa George W. Bush dan Tony Blair ke hadapan mahkamah internasional, atas serangan sepihaknya ke Irak? Apakah hukum internasional hanya berlaku untuk orang-orang non-Barat?“.
Perang, bukan jawaban untuk aksi-aksi terorisme. Perang, hanya manis untuk mereka yang tidak mengenalnya. Teroris yang membunuh orang-orang tidak berdosa, bukanlah pejuang kebebasan, bukan pahlawan, bukan pula syuhada. Mereka mengkhianati agama mereka. Mereka adalah pembunuh.
5. Muslim, Toleransi dan “Perang Suci“
Bukan Muslim, yang atas nama kolonialisasi membunuh 50 juta nyawa di seantero Afrika dan Asia. Bukan Muslim, yang atas nama perang dunia pertama dan kedua menghabiskan 70 juta nyawa. Bukan pula Muslim, yang menggencarkan genosida terhadap 6 juta orang-orang Yahudi.
Islam tidak mengenal kata suci dalam kaitannya dengan perang. Jihad bermakna sungguh-sungguh di jalan Tuhan. Tidak ada satu tempat pun di Quran yang memaknakan jihad dengan perang suci. Karena perang tidak pernah suci, dan kesucian hanya ada di jalan perdamaian.
6. Kontekstual Quran dan Islam-Teroris
Permasalahan besar dalam perdebatan Quran di dunia Barat, adalah setiap orang bernafsu membicarakannya, sangat-sangat sedikit yang pernah membacanya.
Sebagian besar mereka tidak lagi rasional dan ilmiah. Hanya mengutip beberapa tekstual yang mengesankan islam pro “perang” tanpa pernah mau tahu konteksnya. Padahal pesan-pesan Quran yang dikesankan seperti itu, spesifik diterima Muhammad, dalam konteks perlawanan antara penduduk Mekkah dan Madinah, waktu itu.
Seperti Musa dan Isa, Muhammad tidak dilahirkan pada situasi dunia yang sedang vakum, apalagi damai. Mereka hadir pada saat moralitas dunia bobrok, penuh perang, perjuangan dan perlawanan. Adalah sangat lumrah beberapa tekstual yang terkesan pro “perang” itu bisa ditemukan di Quran, semudah bisa ditemukan di kitab Perjanjian Lama dan kitab Perjanjian Baru.
Secara semantis, diksi “islam-teroris”, “kristen-teroris” atau “yahudi-teroris” adalah sebuah penyesatan bahasa. Terorisme, menurut Todenhöfer, berdiri di atas instrumen setan, tidak boleh dikaitkan dengan kesucian Tuhan dan keagamaan. Memang benar, di dalam Islam, Kristen, atau Yahudi ada ideologi teror – tapi bukan ajaran agamanya. Ideologi ini tidak mengantarkan mereka ke surga, tapi ke neraka.
7. Fakta atau fake?
Kalimat andalan kritikus anti-Islam di barat: “siapa yang menginginkan panggilan azan terdengar di kota-kota kami, harus membiarkan juga lonceng gereja berbunyi di kota-kota mereka!” Padahal nyatanya: Di Teheran, semisal, berdiri banyak gereja. Loncengnya berbunyi tidak jarang, dan tidak pelan. Lebih jauh, anak-anak kristen memiliki pelajaran agamanya sendiri (sesuatu yang luxus untuk anak-anak muslim di Barat).
Barat mengidentifikasi jilbab sebagai simbol pengekangan dan ketertindasan. Dari survey resmi, wanita-wanita pemakai jilbab, yang begitu dipedulikan barat itu, justru berkata bukan (atas kesadaran pribadi). Sinisme jilbab, sebagian besar justru datang dari mereka yang tidak berjilbab dan anti-jilbab. Memaksa seseorang berjilbab, jelas menyalahi hak asasi. Tidak jauh berbeda, dari prosesi pemaksaan untuk melepasnya.
Barat menuduh perempuan-perempuan islam tidak berpendidikan. Fakta dari dunia islam menjawab lain. Secara statistis, perempuan di negara-negara mayoritas islam, justru lebih berpendidikan dibanding Barat: 30% Profesor di Mesir perempuan, padahal di Jerman jumlahnya hanya sekitar 20%. Lebih dari 60% mahasiswa di Iran adalah perempuan. Di Uni Emirat Arab, sudah semenjak tahun 2007, mahasiswa perempuan menginjak angka yang sulit dipercaya: 77%.
8. Seorang Muslim = Seorang Yahudi = Seorang Kristen
Tidak ada seorang bayi pun terlahir sebagai seorang teroris. Barat harus memperlakukan seorang Muslim, persis seperti seperti mereka memperlakukan seorang Kristen atau Yahudi.
Tidak jarang kita dengar politikus dan aktivis Barat, demonstratif, mengumbar kalimat penuh kebencian terhadap Islam. Frank Graham, penasehat George W. Bush, menyebut Islam sebagai “agama iblis dan sihir”. Politikus kanan Belanda, Geert Wilders, menyebut Islam sebagai “agama fasis”. Thilo Sarrazin, politikus Jerman memberikan thesis: “secara genetis, anak-anak dari keluarga Islam, dilahirkan di bawah tingkat kecerdasan rata-rata.”
Bayangkan sejenak, jika Frank Graham, Greet Wilders, dan Thilo Sarrazin mengganti objek tesis-nya bukan kepada “Islam”, tetapi menjadi “Yahudi” atau “Kristen”. Tidakkah ucapan seperti itu akan menjadi badai kemarahan yang dahsyat? Mengapa Barat boleh mengatakan hal-hal penuh fasistik dan rassist terhadap Islam, yang justru di kalangan orang-orang Kristen dan Yahudi sesuatu yang tabu? Barat harus mengakhiri demonisasi Islam dan Muslim.
9. Muslim Melawan Teror
Di tesis kesembilan, Todenhöfer mengajak umat Islam, melalui sebuah reformasi sosial, menjejak Nabi Muhammad yang berjuang untuk sebuah Islam yang beradab dan toleran. Untuk tatanan ekonomi dan politik yang dinamis, bukan statis – sambil mempertahankan identitas keagamaannya. Untuk persamaan yang penuh, pria dan wanita. Untuk kebebasan beragama yang nyata.
Tidak seperti politikus umumnya, Muhammad, bukan seorang reaksioner. Dia adalah seorang revolusioner, berani berpikir dan berani mematahkan belenggu tradisi. Islam di masa Muhammad bukanlah agama stagnan, apalagi regresif, tetapi pembaruan dan perubahan. Muhammad berjuang untuk perubahan sosial, ia pahlawan orang miskin dan orang lemah. Dia mengangkat hak-hak kaum perempuan, yang di periode sebelumnya nyaris tidak ada.
Muhammad bukan seorang fanatik atau seorang ekstrimis. Dia hanya ingin membawa orang-orang Arab, yang kala itu terjebak pada belenggu politeistik, untuk kembali ke sumber aslinya yang murni, agama Ibrahim, persis seperti yang disuarakan Musa dan Isa.
Terorisme, yang berada di sekelumit dunia Islam pada hari ini adalah distorsi ajaran Muhammad. Ini adalah kejahatan melawan Islam. Dunia Islam tidak boleh membiarkan citra baik Islam, yang dibangun Muhammad 14 abad yang lalu, dihancurkan seketika oleh ideologi kriminal ini. Dunia Islam perlu memerangi ideologi terorisme ini, persis seperti Muhammad memerangi berhala-berhala dari periode pra-Islam.
10. Politik Bukan Perang
Kalimat bijak pernah mengajarkan: “ketika kamu tidak bisa menaklukan musuhmu, peluk dia!”
Masalah kompleks di Timur tengah, hanya bisa diselesaikan dengan jalur politik, bukan dengan perang. Barat harus membuka pintu diskusi yang lebih lebar untuk dunia Islam. Barat harus membuka ruang bilateral dan unilateral lebih besar untuk negara-negara Arab. Kesatuan dan stabilitas yang perah terjadi di Uni Eropa, nyatanya, tidak berdiri di atas invansi senjata, tapi di atas politik diplomatisasi yang penuh visi.
Sebuah visi akan sebuah dunia, yang setiap negara di dalamnya dihargai. Sebuah penghargaan yang tanpa diskriminasi. Politik anti-diskriminasi yang dibangun di atas keadilan dan kebebasan, bukan perang, apalagi penindasan. [mc]
*Penulis: Yudi Nurul Ihsan, Mahasiswa Indonesia S3 di Jerman.
Setiap muslim berkewajiban membela islam dan muslimin dng seluruh kemampuannya..

Kamis, 06 Februari 2020

Manasik Umroh

Nikmatnya Umroh Keluarga (Dua belas)
Cerita ke-439

Sudah empat hari kami tinggal di Madinah. Perjalanan umroh ke Mekah kami rencanakan besuk siang, malam ini kami mengadakan manasik umroh. 

Meskipun di antara kami hanya satu orang yang belum pernah menunaikan ibadah umroh, manasik sangatlah perlu diadakan, setidaknya untuk penyegaran kembali ingatan kami.

Bagi orang yang mau umroh, mempelajari hukum-hukum ibadah umroh hukumnya fardhu 'ain. Jangan melakukan ibadah, sebelum mengetahui hukum-hukum yang telah ditetapkan (Al Imam Ghozali). 

Anak nomer dua, yang sudah pernah haji dan umroh, menyampaikan manasik, yang lain mendengarkan dan memberi masukan.

Kitab rujukan manasik:  Fiqih Ibadat karya Sayyid Muhammad Amin bin Idrus bin Abdullah, juz 3.

Yang kami bahas antara lain: rukun umroh, wajib umroh, sunnah Umroh, dan larangan umroh.
Ikhtilaf batal wudhu' dan pindah madzhab sementara ketika thowaf, juga kami bahas.

Kami juga praktik memakai kain ihrom; kain dua lembar, selembar sebagai sarung dan selembar lagi sebagai selendang.

Kami istirahat untuk persiapan besok pagi. (Bersambung).

Madinah, 11 Januari 2018

Selasa, 04 Februari 2020

413: Payung Raksasa dan Kubah Bergeser ✓

Payung Raksasa dan Kubah Bergeser
(Cerita 413)

Keistimewaan Masjid Nabawi antara lain halamannya dipenuhi payung raksasa.  Payung-payung itu bisa membuka atau menutup sesuai kebutuhan. Payung-payung itu menjelang Maghrib menutup dan pagi hari membuka jika cuaca sedang panas.

Payung dilengkapi kipas air (kabut), yang akan berfungsi jika cuaca membutuhkan, sehingga sholat di bawah payung tetap terasa nyaman.

Tahun 1980-an, payung raksasa hanya ada dua, di dalam masjid.

Ada seorang ketiduran di dalam masjid, begitu bangun lihat bintang-bintang di langit. Ia bingung, karena merasa di dalam masjid, tetapi kenapa melihat langit. Ternyata ia tertidur di bawah payung raksasa, dan payungnya menutup.

Setelah sholat Isya' dan selesai berdo'a, kami ditunjukkan ada kubah di atas saya sedang bergeser menutup lobangnya.

Kubah bergeser, ba'da Maghrib membuka dan ba'da Isya' menutup kembali secara otomatis, untuk sirkulasi udara.

Kubah yang berdiameter 7,3 meter itu berjumlah 27 buah, sedangkan payung  raksasa berjumlah 235 unit.

Payung raksasa sekarang sudah banyak bermekaran di Indonesia.


409: Berjuang Melawan Kantuk ✓

Berjuang Melawan Kantuk
(Cerita 409)

Bagi jama'ah umroh dari Indonesia yang menunaikan solat Maghrib di Masjid Nabawi, mungkin sudah mulai ngantuk. Apa lagi menunggu waktu Isya' yang tinggal 45 menit lagi, terasa lama karena melawan rasa kantuk.

Solat Isya' pk. 19.17 waktu setempat sama dengan pk. 23.17 di Tanah Air, yang mestinya sudah tidur lelap, apa lagi kondisi baru datang dari jauh dan angkat koper berat.

Sebaliknya, pk 02.00 dini hari, mata tidak mau tidur lagi, karena di Tanah Air sudah jam 06.00 pagi.

Lama-kelamaan jam biologis dapat menyesuaikan dan akan terbiasa dengan keadaan setempat.

Waktu umroh pun habis, dan tiba saatnya kembali ke Tanah Air.

Di Tanah Air terjadi perbedaan waktu lagi yang lebih awal empat jam.

Adzan Shubuh yang dikumandangkan pada 04.29 di Jakarta, hanya sayup-sayup terdengar, karena jam biologis masih menunjukkan pk 00.29 tengah malam.

Untuk ikut jamaah solat Subuh, lagi-lagi harus berjuang melawan kantuk.

Keadaan demikian, orang menyebutnya jet lag. Jet lag adalah perubahan waktu tidur sementara atau merasa lelah dan kebingungan setelah perjalanan panjang dengan melintasi beberapa zona waktu menggunakan pesawat terbang.

Gejala yang umumnya terjadi akibat jet lag adalah gangguan pada pola tidur, rasa selalu mengantuk, dan kelelahan.

456: Kepergian yang Indah

456: Kepergian yang Indah

Malam Jumat, usai sholat Maghrib, kakak kandung saya wafat.

Usai sholat berjamaah dan wiridan, para jama'ah menyandarkan punggungnya ke dinding musholla untuk tahlil. Tetapi kakak masih duduk di tempat semula.

Tak lama kemudian ia terjatuh ke belakang. Putra kandungnya yang duduk tidak jauh, langsung membopongnya dan membawa ke rumah.

Allah telah memanggilnya. Kami merasa kehilangan. Kami sangat mencintai, tetapi Allah lebih mencintainya.

Kakak kandungku ini memang hidup sendiri, suaminya telah meninggal lebih dahulu, anak-anaknya sudah tinggal di rumah sendiri-sendiri.

Hari itu, setelah sholat Asar, ia masih koordinasi mengatur acara do'a hari ke tujuh wafatnya mertuaku.

Mertuaku meninggal malam Jumat seminggu sebelumnya.

Sejak suaminya, yang tokoh kampung, meninggal, kakakku ini memegang kendali kegiatan keagamaan di musholla kampung. Mengatur imam, Bilal tarawih dan seterusnya.

Posisi saya saat itu ada di Jakarta,  menyelesaikan tugas akhir tahun. Saya baru saja dari kampung karena mertuaku wafat.

Saya sempat kaget menerima telpon selepas solat Maghrib dari kakak kandungku.

Anak-anaknya juga kaget, dan tidak percaya atas wafatnya kakakku. Anak yang di Jakarta, baru jamaah sholat Maghrib di musholla komplek, ia mendapat info dari temannya, karena sudah ramai di grup WhatsApp.



396: Terjebak di Raudhoh ✓

Terjebak di Raudhoh
(Cerita 396)

Raudhoh letaknya di samping Makam Nabi.

Pagi itu sebelum adzan pertama, saya sudah bisa masuk Raudhoh, 

Masuk dari pintu depan jelas tidak mungkin karena dijaga tentara. Masuk dari samping juga tidak mungkin, karena sudah ditutup. Yang mungkin dari arah belakang, tetapi sudah padat orang berdiri yang antri berusaha masuk.

Saya berdiri di belakang di samping tiang. Yang penting bisa menginjakkan kaki di atas karpet warna hijau, yang menandakan wilayah Raudhoh. 

Raudhoh adalah tempat dikabulkannya do'a-do'a. Posisi di masjid sebelah kiri di dekat pintu keluar.

Zaman Nabi Muhammad, Roudhoh terletak di antara rumah Nabi dan Masjid.

Sambil berdiri kita bisa berdo'a, do'a-do'a untuk diri sendiri, untuk keluarga, atau do'a-do'a titipan.

Jika ada orang yang keluar, saya bisa bergerak maju, sedikit demi sedikit akhirnya bisa berdiri di barisan paling belakang. Yang penting bisa berdiri meskipun belum bisa untuk melaksanakan solat.

Adzan pertama berkumandang, satu jam sebelum adzan Shubuh, saya sudah mendapat tempat di barisan sholat . Sambil berdiri saya bisa baca Al Quran, yang sudah disiapkan, Al Qur'an kecil di kantong baju

Ketika seorang di barisan saya ada yang keluar, saya bisa duduk dan bisa sholat. "Solat sunnah dua rokaat sebelum Shubuh lebih baik dari dunia dan isinya". Berdo'a dengan duduk lebih khusu'.

Adzan Shubuh berkumandang, sebentar lagi Subuh, kita solat sunnah dulu.

Selesai solat subuh, jamaah yang di Raudhoh bubar, tapi lewat sebelah mana. Sebelah kanan sket sudah dibuka, jamaah menyerbu masuk Raudhoh. Dari belakang juga menyerbu masuk Raudhoh.

Satu-satunya jalan lewat pintu depan di samping mihrab, tetapi mendadak berhenti karena ada solat mayat.

Selesai solat mayat pintu depan ditutup, artinya kita tidak bisa ke mana-mana. Ketika saya tanyakan kepada petugas, jawabnya, "Hatta syuruq", artinya menunggu matahari terbit 50 menit lagi.

Petugas kemudian membagikan mushaf Al Qur'an. Saya ikut mengambil mushaf dan membaca Al Qur'an.

Sebenarnya kita sedang diberi kesempatan untuk lebih lama lagi berdo'a di Raudhoh.

Waktu syuruq tiba, beberapa menit kemudian saya menunaikan solat sunnah Isyroq.

Ruang sebelah kanan dan belakang Raudhoh sudah sepi. Saya terus berjalan sesuai arah sket yang dipasang, menuju bawah Qubah Hijau, keluarga sudah menunggu di sana.

381: Bus Sholawat (dua)

Bus Sholawat (dua)
Intermeso 381

Tahun 1998 di Mekah belum ada bus sholawat, yaitu bus yang disediakan untuk mengangkut jama'ah dari penginapan ke masjid Harom dan sebaliknya.

Yang ada kendaraan umum yang menawarkan jasa angkutan ke masjid.

Di kota Suci Mekah dan Madinah, istilah haram lazim dipakai untuk menyebut Masjid Haram atau Masjid Nabawi.

Menjelang waktu shalat, orang-orang berduyun-duyun pergi ke masjid, mobil umum juga menawarkan jasa angkutan ke masjid dengan teriakan khasnya "Haram!, haram!"

Adalah seorang jama'ah berjalan kaki menuju masjid sambil merokok. Maka lewatlah mobil umum dengan kernetnya teriak-teriak, "Haram!, haram!" sambil tangannya menunjuk ke arah orang itu, maka dibuanglah rokok yang sedang diisap di mulutnya.

Disangkanya "haram" merokok, tahunya ditawari angkutan ke "haram" (masjid).

399: Di Bawah Kubah Hijau (2) ✓

Di Bawah Kubah Hijau (2)
(Cerita ke-399)

Dua minggu sebelum kami berangkat umroh, mertua meninggal. Seminggu kemudian kakak kandung saya juga menghadap yang Maha Kuasa.

Melalui grup WA keluarga besar; kakak, adik, keponakan, dan cucu, membuat grup khataman Quran. Ada yang bertugas membagi dan menawarkan; juz 1: A, juz 2 dan 3, dan seterusnya.

Alhamdulillah ada dua grup, sehingga Al Qur'an 30 juz itu bisa dikhatamkan dua kali.

Kami yang sedang berada di Kota Nabi mendapat amanat untuk membaca do'a Khatmul Quran.

Pagi itu, setelah syuruq, 5 menit setelah matahari terbit, kami sepakat berkumpul di bawah Kubah Hijau.

Dengan menembus dinginnya udara pagi, kami; suami, istri, dan anak-anak; menghadap ke arah makan di bawah Kubah Hijau.

Salah seorang anak kami ada yang memimpin, setelah mengucapkan salam, membaca sholawat kepada Nabi, Abu Bakar, dan Umar; kami khusu' berdo'a.

Kemudian do'a untuk dua almarhumah kami panjatkan. Kami membaca surat-surat terakhir juz 30, dan akhirnya membaca do'a Khatmul Quran. Alhamdulillah, amanat keluarga besar dapat kami laksanakan.

Semoga dua almarhumah (mertua dan kakak) diterima amal shalehnya dan diampuni dosa-dosanya.

Pk 14.30 kami berencana check out dari hotel, menuju Bir Ali dan mengambil miqot umroh.

Madinah, 9 Januari 2018