Minggu, 19 Juli 2015

229: Dibilang Anjing

Dibilang Anjing
Intetmeso 229

Tadi malam sekitar jam 22.30, istri saya mendapat telepon dari seseorang, mengaku seorang polisi.

Polisi itu mengabarkan kalau ponakan istri yang bernama X baru menabrak seorang anak dan disembunyikan di mobil polisi, karena X dikejar-kejar keluarga korban.

Polisi tadi menawarkan jalur damai atau jalur hukum. Maka istri minta waktu untuk bermusyawarah dengan keluaga.

HP diberikan kepada saya dan yang mengaku polisi tadi mengulang penawaran, "Bapak mau jalur hukum atau damai?"
Maka saya jawab, "Terserah Bapak mau jalur apa?"
Dia mengulang pertanyaan lagi, "Kok terserah, Bapak paham tidak?, pertanyaan saya"
"Saya paham, maka saya jawab, terserah" jawab saya.

"Polisi" tadi mengulang pertanyaan lagi, "Bapak mau jalur damai atau jalur hukum!?"
Saya jawab lagi, "Jalur hukum, saya siap jalur hukum!!"

Maka dia jawab lagi, "Bapak ini anjing!!!"

Saya jawab lagi, "Kalau saya anjing!, terus Bapak apa?!"

Dan suara HP di seberang sana mati. Ha ha ha..., plong, saya lega.

Memang ketika saya mulai mengangkat HP, istri membisiki saya, "Pak, itu penipuan, X ada di rumah, lagi tidur.

Kebetulan di rumah daya saat itu lagi banyak orang, baru saja selesai menghatamkan Al Quran dalam rangka haul mertua saya.

Penipuan seperti itu memang sering terjadi, sehingga kita tidak kaget lagi, tapi kalau pura-pura kaget boleh juga.

Atau kalau saya sabar sedikit, saya pilih jalur damai saja. Pasti akan terjadi tawar-menawar, terus saya tawar 5 ribu rupiah, biar transaksinya lama, itung-itung menghabiskan pulsa dia.

Mau nipu harus modal pulsa dong.

Kamis, 09 Juli 2015

228: Rahasia Peci Hitam

Rahasia Peci Hitam
Intermeso 228

Tahun 1998 saya menunaikan ibadah haji bersama teman saya.

Rombongan haji dari Indonesia pada awal kedatangan umumnya berseragam batik dan yang laki-laki memakai peci hitam, peci nasional.

Baru beberapa hari kemudian para jamaah banyak yang memakai peci putih. Saya juga memakai peci putih. Berbeda dengan teman saya yang satu ini, ia selalu memakai peci hitam.

Ia juga membeli sorban, iqal, dan peci putih, tetapi yang dipakai tetap saja peci hitam. Hanya ketika menjelang pulang, ia memakai peci putih.

Sebenarnya saya sudah lama penasaran, hanya ketika mau pulang, saya sempatkan bertanya, "Kenapa selalu memakai peci hitam?"

Ternyata itu pesan mertuanya, agar selalu memakai peci hitam.

Mertuanya menunaikan ibadah haji pada tahun 1979, waktu itu  Masjid Haram dikuasai pemberontak, di tempat-tempat yang tinggi dan menara masjid ditempatkan para penembak jitu.

Orang-orang yang bersorban atau memakai peci putih ditembaki, tetapi yang pakai peci hitam tidak.

Itulah pengalaman mertua.